Judul Asli : City Of Joy
Penulis : Diminique Lapierre
Penerjemah : Wardah Hafidz
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : I, Desember 2004
Tebal : XV + 799 halaman
ISBN : 979-3062-31-2
Kehidupan bahagia
merupakan dambaan bagi semua orang. Tak terkecuali bagi orang-orang yang
hidupnya seraba kekurangan (miskin). Dalam mencapai tujuan tersebut
perjuangan-perjuangan yang berat sangat diperlukan. Dan makna dari perjuangan
yang dilakukan dapat dijadikan suatu pegangan hidup.
Sebagai seorang penulis sekaligus
dermawan, Dominique Lapierre sering melakukan pengamatan atas kehidupan
masyarakat lemah yang tertindas. Ia berusaha mengungkapkan semua yang
diamatinya kedalam buku yang didasarkan pada kisah nyata, hasil penelitiannya
selama dua tahun tinggal di salah satu bagian Calcutta, India.
Secara keseluruhan, buku ini memuat
72 bab yang tercakup dalam tiga bagian dan sebuah epilog. Pada bab-bab awal,
pembaca akan diajak untuk membayangkan suasana keseharian yang diderita oleh
para petani miskin di Bengali. Mereka sangat tergantung pada nasib dan takdir.
Kepolosan dan kepasrahan mereka merupakan makanan empuk bagi para tuan tanah
maupun bagi lintah darat.
Setelah penghidupan di dusun tak
lagi menjanjikan, para petani miskin itupun bermigrasi ke kota Calcutta.
Harapannya, mereka bisa memperoleh penghasilan lumayan. Tetapi kenyataan
berbicara lain. Mereka jatuh kedalam kehidupan kota yang sangat tak ramah.
Korban-korban ketidakramahan suasana kota itu kemudian berkumpul di suatu
kawasan bernama Anand Nagar yaitu perkampungan kumuh, tempat tinggal
orang-orang miskin dan terbuang di Calcutta. Penghuninya merupakan campuran
dari segala jenis manusia yang terpinggirkan secara sosial : kaum paria,
penderita lepra, sida-sida, dan lain sebagainya. Tempat yang harapan hidup
penghuninya mencapai tingkat terendah di dunia karena penyakit seperti lepra,
TBC, disentri, dan malnutrisi.
Buku ini ditulis dalam dua sudut
pandang yang berbeda. Satu adalah sudut pandang Stephan Kovalski, seorang
misionaris Polandia yang memilih hidup sebagai kaum tertindas untuk
melaksanakan tugas panggilannya. Bagi Stephan, tugas misionarisnya hanya bisa
terpenuhi, dengan menjadi salah seorang dari mereka yang dipinggirkan. Berbekal
keyakinan itu, ia datang ke Calcutta, India dan tinggal menjadi salah satu
penghuni Anand Nagar. Bertahun-tahun ia menjadi salah satu dari mereka, makan
seperti mereka dan hidup seperti mereka. Kehidupan di Anand Nagar kemudian
menjadi perjalanan keagamaan Kovalski, di mana ia menemukan Yesus dan arti sesungguhnya dari kemiskinan.
Sudut pandang kedua adalah sudut
pandang Hasari Pal. Seorang petani pedesaan yang terpaksa mengungsi ke Calcutta
karena di kampung halamannya tak ada lagi yang bisa ditanam di sawahnya. Hasari
Pal mengalami kemiskinan yang sungguh ketika tiba di Calcutta. Bagaimana
orang-orang miskin menjual darahnya kepada sindikat pedagang darah untuk dapat
sekedar bertahan hidup satu atau dua minggu, kemudian mati karena anemia. Atau
nasib pedagang angkong, kendaraan angkutan yang ditarik dengan tenaga manusia,
yang akhir hidupnya sudah jelas, yakni mati karena serangan TBC yang hebat.
Atau seorang yang masih hidup menjaminkan kerangkanya kelak akan diambil oleh
orang-orang yang memperdagangkan mayat manusia.
Buku ini juga banyak menceritakan
tentang Bunda Teresa dan para pengikutnya
yang berjuang untuk menolong sesamanya yang menderita di tengah-tengah
sulitnya birokrasi India, korup para pegawai, dan tekanan dari para godfather
serta penindasan oleh orang-orang kaya.
Kemiskinan dan perjuangan hidup di
kawasan kumuh Calcutta menjadi pelajaran berharga patut untuk dicontoh dari
komunitas miskin tersebut. Yakni, sikap saling tolong-menolong, kasih sayang
dan perbedaan agama yang tidak menjadi sesuatu yang diperdebatkan. Masyarakat
yang kesehariannya harus berjuang keras untuk memperoleh beberapa rupee (mata
uang India) saja ini telah menunjukkan bagaimana seharusnya hidup bersama.
Mereka adalah manusia yang selalu mempertahankan sikap saling pengertian.
Tetapi kerasnya kehidupan yang
dihadapi para penghuninya, kisah-kisah para penghuni Negeri Bahagia
menunjukkan, betapa keramahan, ketulusan, cinta kasih, pengorbanan, dan
keberanian begitu mudah dijumpai pada manusia-manusia Anand Nagar. Bagi mereka,
situasi seburuk apapun tak pernah menjadi penghalang untuk berbagi dan
berbahagia.
Kelebihan dari buku ini adalah
dalam menceritakan kisah nyata yang secara terperinci dan banyaknya nilai-nilai
yang dapat kita ambil dalam kisah tersebut. Buku ini cocok dibaca oleh kalangan
remaja dan dewasa karena bahasa yang digunakan oleh pengarang ada yang bukan
bahasa sehari-hari dan di dalam memahami ceritanya dibutuhkan pemikiran yang
luas dan terbuka. Dan dengan membaca buku ini, tidak hanya pikiran kita yang
terbuka tetapi hati kita pun ikut terbuka.