Kamis, 21 Januari 2016

JANGAN REMEHKAN KONSEP DIRI

Muhammad Reynaldy Octavian 15512048
Oksiana dwi gandini 15512578
Priyanti Ristrawandani 15512721
Intan Sylvia 13512758
Gama Evayanti 13512089
Adelia maharani 10512146
Reni Sunjastri 16512129

LATAR BELAKANG
Tahukah anda menurut penelitian yang dilakukan oleh Gumulya & Widiastuti dari Univ. Esa Unggul bahwa 54,5 % mahasiswa  mempunyai konsep diri yang buruk dan berakibat mahasiswa tersebut memiliki perilaku konsumtif. dan menurut penelitian yang dilakukan oleh universitas negeri sebelas maret bahwa 21,37 % remaja putra mengalami gagal konsep diri terhadap perubahan fisiknya, dan 11,37 % remaja putri gagal konsep diri terhadap mensturasi. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Kemungkinannya karena adanya Dejection related emotion dan Agitation related emotion, apa itu? dejection related emotion dan agitation related emotion ialah hasil dari gagalnya diskrepansi emosi pada konsep diri. Jangan pernah menganggap remeh gagal konsep diri, kegagalannya akan memberikan efek negatif pada penderitanya, memang tidak terlihat secara kasat mata, tetapi efek yang akan ditimbulkan akan negatif seperti rasa kecewa berlebihan, pemurung, pemalu, bahkan sikap agresif dan konsumtif seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Karena itu, kami Biro konsultasi psikologi akan membantu anda menyelesaikan masalah terkait hal tersebut. enatah itu anda sendiri atau kerabat terdekat anda, kami akan menawarkan konsultasi dirumah anda atau di tempat yang bisa anda merasa nyaman, kami telah bersertifikat untuk menangani kasus konsep diri yang gagal. Kami akan mengevaluasi di tiap sesi konsultasi agar mendapat hasil yang maksimal di tiap sesi nya.

konsultasi pertama kami berikan secara gratis
untuk melihat simulasi nya, silahkan klik di sini

Jumat, 26 Juni 2015

Contoh Kasus dan pembahasan dalam Psikolanalisa

Sejarah Terbentuknya Teori Psikoanalisa
Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis adalh sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial humanistik.
Menurut Corey (2005), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori-teori dan praktek psikoanalitik mencakup :
  1.     Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
  1.    Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
  1.    Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian dimasa dewasa.
  1.    Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandalkan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
  1.    Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.
Menurut pendangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem atau aspek, yaitu: Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ueber Ich).
Id (Das Es)
Menurut Suryabrata (2005) aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya, oleh karena itu Das Es itu merupakan dunia batin atau subyektif manusia, dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. Das Es berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Das Es merupakan “reservoir” energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Ueber Ich.
Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak serta Id bertindak dengan tidak sadar (Corey, 2005).
Ego (Das Ich)
Menurut Suryabrata (2005) aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realita). Orang yang lapar mesti perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan yang pokok antara Das Es (Id) dan Das Ich (Ego), yaitu kalau Das Es itu hanya mengenal dunia subyektif (dunia batin), maka Das Ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia obyektif, dunia realitas).\
Superego (Das Ueber Ich)
Menurut Suryabrata (2005) aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu Das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Superego berfungsi menghambat impuls-impuls Id. Kemudian, sebagai internalisasi standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri (Corey, 2005)
Mekanisme Pertahanan Ego
Di bawah tekanan kecemasan yang berlebihan, ego kadang-kadang terpaksa menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara-cara itu disebut dengan mekanisme pertahanan.
Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “ menutup mata “ terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang dicintai, misalnya sering dimanifestasikan oleh fakta penyangkalan terhadap kematian.
Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau bisa menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, proyeksi, seorang akan mengutuk orang lain karena “kejahatannya”dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggap jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
Formasi reaksi (pembentukan)
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya, seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan tingkah laku yang sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai” anaknya. Orang yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.
Fiksasi
Fiksasi maksudnya adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi.
Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi, dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya lahir, seorang anak kembali menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang baik guna menghindarkan ego dari cedera; memalasukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukanyang sesungguhnya diinginkannya. Atau, seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing di bidang olahraga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.
Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin menendang orang tuanya kemudian menendang adiknya, atau jika adiknya tidak ada, menendang kucing.
Tapi, Pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi (Supratiknya, 1993).
Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi (Corey, 2005).
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah (Corey, 2005).
Hubungan antara Terapis dan Klien
Hubungan klien dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamakan pada analis urusan yang tak selesai, yang terdapat dalam hubungan klien di masa lampau dengan orang yang berpengaruh. Proses pemberian treatment mencakup rekonstruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman- pengalaman masa lampaunya. Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konfik-konflik masa dininya yang menyagkut cinta, seksual, kebencian, kecemasan, dan dendamnya, membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan menyangkutkannya pada analis.
Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Proses penggarapan melibatkan eksplorasi oleh klien atas kesejajaran-kesejajaran antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kininya. Kloien memiliki banyak kesempatan untuk melihat cara-cara dirinya mengejawatahkan konflik-konflik inti dan pertahan-pertahanan intinya dalam kehidupan sehari-hari. Karena dimensi utama dari proses penggarapan itu adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.
Jika analis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan. Kontratransferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalah- masalah klien. Analis diharapkan agar relatif objektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan peraaan-perasaan lainnya yang kuat dari klien.sebagian besar program latihan psikoanalitik mewajibkan calon analis untuk menjalani analis yang intensif sebagai klien. Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflik-konflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karena dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analis tidak mampu mengatasi kontratransferensi, maka dianjurkan agar kembali menjalankan analis pribadi.
Sebagai hasil hubungan hasil terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi, klien memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya. Kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direpresi merupakan landasan bagi proses pertumbuhan analitik. Klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.
Penerapan Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
Lima teknik dasar terapi psikoanalitik adalah: asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi atas resistensi, dan analisis atas transferensi.
1)  Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.
2)  Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain, analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.
3)  Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketaksadaran, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi is laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung.
4)  Analisis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.
5)  Analisis dan Penafsiran Transferensi
Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika urusan yang tak selesai di masa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analis sebagaimana dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya. Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek psikopatologis dari hubungan masadini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
Contoh kasus :
Contoh kasus 1
klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga sangat membenci pamannya dan berusaha melupakannya. Terapis mencoba menggali informasi dengan membuat klien mengingatnya sehingga memancing emosi klien maka klien diberikan katarsis (pelampiasan) yaitu sebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan katarsis atau meninju boneka.
Ini merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis.
Anonim. (2009). PSIKOTERAPI. (http://psychologygroups.blogspot.com/2009/03/psikoterapi.html). (Diakses tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 2
Kasus yang kedua adalah tentang fobia. Semua penanganan psikoanalisis terhadap fobia berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflik-konflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi ketakutannya terhadap orang lain.
Anonim. (2011). Fobia. (http://phobia-disorder.blogspot.com/p/prevensi.html). (Diakses tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 3
Saya memiliki teman dekat dimana dari kecil dia adalah anak yang penakut akan hal-hal gaib. Sehingga, semasa kecil dia selalu takut untuk menonton film seram. Ditambah lagi mendengar cerita seram dari orang-orang terdekatnya. Namun hal itu tetap dia lakukan. Sampai-sampai dia pernah terbawa mimpi akibat menonton film seram yang menyebabkan dia ngompol karena rasa takut yang dia rasakan. Disamping itu, dia juga termasuk anak yang sangat aktif dalam melakukan suatu aktivitas. Setiap pulang sekolah dia bermain bersama teman-teman. Namun, hal itu membuat ayahnya marah. Karena setiap pulang sekolah dia suka bermain, yang seharusnya tidur siang. Sehingga keniginan untuk bermain sering tertunda. Jika ayahnya tidak dirumah dia suka bermain. Begitu pula sebaliknya, jika beliau ada dirumah pastinya dia tidak boleh keluar dan disuruh tidur siang. Itu adalah kasus yang teman saya alami dari umur 6- 10 tahun. Sehingga, pada tahun-tahun tersebut perkembangan kepribadian teman saya mengalami gangguan yang menyebabkan dirinya berperilaku sama pada tahun sebelumnya (terjadi regresi).
pembahasan :
Kasus yang teman saya alami adalah mengompol sewaktu berusia 6-10 tahun akibat rasa takut akan hal-hal gaib dan tertundanya melakukan aktivitas yang aktif seperti bermain hingga terbawa mimpi. Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori psikanalisis oleh Sigmund Freud khususnya mengenai analisis mimpi. Freuds bekerja sangat dipengaruhi orang-orang ahli analisis mimpi. Bukunya The Interpretation of Dream (Die Traumdeutung) pertama kali diterbitkan tahun 1899. Di sini, ia menjelaskan bahwa mimpi sering dikaitkan dengan keinginan-pemenuhan.
Dia menjelaskan bahwa analisis mimpi perlu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi pada pemimpi dalam kehidupan nyata. Terutama untuk peristiwa yang terjadi pada hari sebelumnya. Sebagian besar mencerminkan interpretasi mimpinya ketakutan, keinginan dan emosi yang ada dalam pikiran bawah sadar kita. Bahkan mimpi negatif dapat ditafsirkan sebagai peristiwa yang pemimpi berharap tidak akan terjadi. Hal ini terjadi pada teman saya, karena setiap menonton dan mendengar hal-hal yang gaib membuat dirinya ketakutan hingga terbawa ke dalam mimpi dan mengompol yang tidak dia harap akan terjadi.
Definisi Mimpi Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis yang salah, selip bicara (keprucut), maupun lelucon.
Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi. (tertundanya pemenuhan keinginan teman saya untuk bermain bersama teman-teman).
Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Intan. (2009). Analisis Mimpi. (http://intanpsikologi.wordpress.com/2009/12/10/analisis-mimpi-sigmund-freud/). (Diakses tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 4
Klien seorang perempuan, 26 tahun dengan gangguan skizofrenia paranoid dan diterapi menggunakan pendekatan psikoanalisis dan teknik yang digunakan adalah teknik asosiasi bebas.
Pada sesi ini terapis dan klien membangun komunikasi yang nyaman dan membangun kepercayaan. Setelah terbentuknya rasa kepercayaan dan dukungan yang lebih besar, terapis mulai mendorong klien untuk mengkaji berbagai hubungan Interpersonalnya. Kemudian klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat itu tanpa ada hal-hal yang disensor (moment catarsis). Dan terapis membantu klien untuk menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan. Setelah itu terapis membantu dan membimbing klien untuk bisa insigth. Setelah itu terus menerus menginterpretasikan dan mengidentifikasikan masalah klien. Kemudian berusaha mengajak klien merealisasikan hal-hal yang didapat dari insigth.
Pada sesi II yaitu teknik asosiasi bebas. Pada sesi ini Klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat ini tanpa ada hal yang disensor (katarsis). Terapi membantu klien menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan, kemudian terapis membimbing klien untuk insight, dengan terus-menerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien dan mkemudian mengajak klien merealisasikan hal yang didapatkan dari insight.
Sumber:
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Bandung: PT Refika Aditama.
Hall, Calvin., & Gardner Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (klinis), (Penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Selvera, Nidya Rizky. (2013). Teknik asosiasi bebas dan psikoedukasi untuk mengenali gejala penderita skizofrenia paranoid. Jurnal Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikologi Volume 1.
Suryabrata, S. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rabu, 25 Maret 2015

TUGAS PSIKOTERAPI 1 
v  PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Secara etimologis, psikoterapi mempunyai  arti sederhana yakni “psyche” yang artinya jelas, yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” dari bahasa Yunani yang berarti merawat atau mengasuh, sehingga pskiterapi yaitu perawatan terhadap aspek kejiwaaan seseorang. Atau psikoterapi dapat juga disebut sebagai perawatan terhadap suatu penyakit dengan mempergunakan tekhnik psikoogis untuk melakukan intervensi psikis.
v  TUJUAN PSIKOTERAPI
TUJUAN PSIKOTERAPI MENURUT IVEY (1987)
·         Tujuan psikoterapi dengan penekatan psikodinamikmenurut Ivey (1987) yaitu membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi disadari. Rekonstruksi kepribadianya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
·         Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian menurut Ivey (1987) terpusat pada pribadi adalah untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseprang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi perumbuhan dirinya yang unik.
·         Pendekatan eksistensialistik-humanistik menurut Ivey (1987) yaitu menemukan arti dan melakukan tindakan.
·         Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behaviorisme menurut Ivey (1987) yaitu untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
·         Tujuan psikoterapi menurut Ivey dengan metode kognitif-behavioristik yakni menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan diri sendiri dan mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.

TUJUAN PSIKOTERAPI MENURUT COREY (1991)
·         Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis menurut Corey (1991) yaitu membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewatdan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
·         Tujuan psikoterapi dengan pendekatan terpusat pada pribadi yaitu untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorai dengan anak, sehingga ia bisa mengenali hal-hal yang mencegah pertumbuhanya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
·         Terapi eksistensialistik menurut Corey (1987) yaitu untuk membantu seseorang mengetahui bahwa ia punya kebebasan dan menyadari akan kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki.
·         Corey (1987) : terapi perilaku bertujuan secara umum untuk menghilangkan perilaku yang malasuai (maladaptive) dan lebih banyak mempelajari perilaku yang efektif.
·         Corey (1987) kognitif-behavioristik sekaligus rasional-emotif yaitu menghilangkan cara memandang delam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara lebih rasional dan toleran.

v  UNSUR-UNSUR PSIKOTERAPI
Dalam Psikoterapi terdapat 8 “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim yang dikemukakan oleh Masserman (dalam Maulany, 1997) yaitu :

1.      Peranan sosial psikoterapis
2.      Hubungan (persekutuan terapeutik)
3.      Hak
4.      Retrospeksi
5.      Re-edukasi
6.      Rehabilitasi
7.      Resosialisasi
8.      Rekapitulasi

v  PERBEDAAN PSIKOTERAPI DAN KONSELING
1.      Konseling umumnya berkenaan dengan orang-orang yang tergolong normal, sedangkan psikoterapi terutama berkenaan dengan orang-orang yang yang mendapat gangguan psikis.
2.      Konseling lebih bersifat edukatif, suportif, berorientasi kesadaran, dan jangka pendek. Sedangkan psikoterapi lebih bersifat rekonstruktif, konfrontif, berorientasi ketidaksadaran, dan jangka panjang.
3.      Konseling lebih terstruktur dan terarah kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas dan kongkrit. Sedangkan psikoterapi lebih luas dan mengarah kepada tujuan yang lebih jauh.

v  PENDEKATAN PSIKOTERAPI TERHADAP MENTAL ILNESS
1.      Pendekatan Psikoanalisa   : banyak menekankan faktor ketidaksadaran dan berlandaskan pada pengaruh aspek biologis manusia.
2.      Behavioristik                     :  pendekatan ini mamandang manusia dari segi perilaku yang tampak, yang bisa di observasi dan dikuantifikasi.
3.      Humanistik                                    :  pendekatan ini sangat mementingkan nilai-nilai kemanusiaan pada diri seseorang
4.      Psikologi trans-personal    :  pendekatan psikoterapi yang menekankan aspek spiritual pada diri seseorang
5.      Gesalt                                : merupakan terapi eksperimental yang menekankan kesadaran dan itegrasi, yang muncul sebagai reaksi melawan terapi analitik.
6.      Transaksional                    :  model terapi ini dirancang untuk membantu orang-orang yang dalam mengevaluasi putusan-putusan yang telah dibuatnya dalam kelayakan sekarang.
7.      Realitias                            : terapi jangka pendek yang fokusm pada saat sekarang dan menekankan kekuatan pribadi.
8.      Client-centered                 : terapi ini menaruk kepercayaan dan meminta tanggung jawab yang besar kepada klien dalam menangani masalah
9.      Rasional emotif terapi       : terapi yang sangat menekakan peranan pemikiran dan sistem-sistem kepercayaan sebagai akar masalah-masalah pribadi.


v  BENTUK-BENTUK UTAMA TERAPI
1.      Terapi supportive              : pengobatan yang diarahkan untuk menjaga intregitas fisiologis atau fungsional pasien sampai pengobatan yang lebih definitif dapat dilakukan atau sampe daya penyembuhan pasien berfungsi untuk meniadakan kebutuhan lebih lanjut.
2.      Terapi reeducative                         : untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak dialam sadar. Dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri.
3.      Terapi reconstructive         : untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya dialam tak sadar, dengan usaha untuk mendapatkan perubahan yang luas daripada struktur kepribadian dan pengluasan pertumbuhan kepribadian dengan pengembangan potensi penyesuaian diri yang baru.
Sumber :
·         Prof. DR. Singgih D. Gunarsa. 1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
·            Prof. DR.  H. Muhammad Surya. (2003). Buku Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
·         Maulany, R.F (1997). Buku Saku psikiatri: Residen bagian psikiatri UCLA. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC



Senin, 19 Januari 2015

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
A. DEFINISI PELATIHAN
Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
B. TUJUAN PELATIHAN DAN SASARAN PELATIHAN DALAM PENGEMBANGAN
Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).


Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1)         Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur
2)         Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)
3)         Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai
4)         Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
C. FAKTOR PSIKOLOGI DALAM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Dalam melaksanakan pelatihan ini ada beberapa faktor yang berperan yaitu, instruktur, peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah megenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan dan pengembangan terbaik tergantung dari beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan pengembangan : 12
1.Cost-efectiveness (Efektifitas biaya).
2.Materi program yang dibutuhkan.
3.Prinsip-prinsip pembelajaran.
4.Ketepatan dan kesesuaian fasilitas.
5.Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan.
6.Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.

D. TEKHNIK DAN METODE PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen. (Decenzo & Robbins: 1999:230):
The most popular training and development methods used by organization can be classified as either on-the-job training. In the following pages, we will briefly introsce the better know techniques of each category.
a.       Metode praktis (on the job training)
b.      Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job training)
Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan, ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:
·         Efektivitas biaya.
·         Isi program yang dikehendaki
·         Kelayakan fasilitas-fasilitas
·         Preferensi dan kemampuan peserta
·         Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih
·         Prinsip-prinsip belajar

SUMBER :



Sabtu, 08 November 2014

Contoh Kasus Motivasi Kerja



contoh motivasi kerja
Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Kabupaten Mendung Kelabu dihadapkan pada persoalan tingkat ketidakhadiran pegawai yang cukup tinggi. Pada hari setiap Senin dan Jumat kurang lebih 26% pegawai tidak masuk kerja. Berdasarkan hasil rapat yang diikuti oleh para pimpinan PAM tersebut, hal ini sudah membudaya dan sulit diperbaiki sebab banyak karyawan yang mempunyai pekerjaan tambahan di luar kantor .
Basuki sebagai Kabag Kepegawaian, baru saja mengikuti pelatihan mengenai pengembangan sumberdaya manusia pada salah satu perguruan tinggi ternama. Setelah mengikuti pelatihan, Basuki terinspirasi untuk mengadakan perubahan dalam manajemen kepegawaian. Karena setelah dianlisis secara ekonomi, tingkat ketidakhadiran pegawai ini dapat merugikan perusahaan 1 juta Rupiah per minggu. Basuki yakin, dengan perubahan ini akan dapat mengurangi kerugian.
Basuki mengajukan rencana untuk menyelesaikan masalah ini kepada atasannya, Kepala Cabang PLN, yang bernama Badjuri. Rencana Basuki adalah sebagai berikut:
Setiap hari Jumat pukul 15.00 diadakan undian yang akan ditarik setiap minggu. Kartu absen semua pegawai yang bekerja penuh mentaati jam kerja pada minggu itu akan dimasukkan ke dalam kotak undian.  Setiap minggu 2 orang pemenang akan mendapatkan hadiah berupa Voucher Rp 500.000,- Pada setiap akhir bulan juga akan diadakan undian bulanan dimana pegawai yang tidak pernah absen saja yang akan diikutkan dalam undian. Undian bulanan menyediakan hadiah bagi satu pemenang berupa Voucer seharga  1 juta Rupiah.
Setelah menyimak rencana Basuki dan mengadakan kalkulasi keuangan dengan Kabag keuangan, Badjuri sebagai Kepala Cabang menyetujui rencana ini, dan langsung diimplementasikan pada bulan berikutnya.
Setalah berjalan selama empat bulan, diadakan evaluasi terhadap tingkat ketidakhadiran pegawai. Hasilnya berkat kebijakan tersebut tingkat ketidakhadiran per minggu hanya sekitar 2 persen. Tetapi kemudian muncullah suatu persoalan. Beberapa pegawai datang tapi tidak jelas melakukan pekerjaan apa, beberapa pegawai memaksakan diri untuk datang ke kantor  walaupun dalam keadaan sakit yang perlu istirahat, sehingga memungkinkan terjadi penularan terhadap pekerja yang sehat.
Sumber :  arokhman.blog.unsoed.ac.id











Tanggapan :

Dalam kasus ini dapat terlihat bahwa untuk meningkatkan semangat kerja, pihak perusahaan PLN perlu memberikan motivasi yang menarik agar jumlah kehadiran karyawanya meningkat. Yaitu dengan memberikan hadiah undian bagi mereka yang rajin masuk bekerja. Cara ini sangat ampuh di lakukan untuk memberi semangat kepada karyawan. Karena contoh kasus di atas dapat memberikan solusi permasalahan ketidakhadiran karayawan yang dapat merugikan perusahaan. Karena ketidakhadiran karyawan dapat merugikan penghasilan perusahaan lebih baik perusahaan memberikan uang lebih untuk karyawan agar semangat bekerja. Karena faktor ekonomi lah yang menyebabkan banyak karyawan PLN cabang kabupaten mendung kelabu memiliki cabang pekerjaan lain oleh karena itu mereka jarang masuk ke kantor. Namun dengan kebijakan tersebut hendaknya kepala cabang memperhatikan pula dampak negatifnya. Seharusnya ia membuat kebijakan dengan sedikit himbauan agar masuk bekerja dan memberikan pekerjaan dengan hasil yang maksimal. Serta memberikan waktu untuk beristirahat bagi pegawainya yang sedang sakit. Motivasi yag di berikan oleh kepala cabang kabupaten Mendung Kelabu sudah bagus namun perlu di perbaiki lagi sistem nya agar lebih efektif dan maju.

Analisis sesuai teori :
  1. Teori motivasi Abraham Maslow

Menurut Abaraham Maslow setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dapat dilihat bahwa dalam contoh kasus tersebut berkaitan dengan teori Maslow, karena di dalam nya menggambarkan kebutuhan setiap individu akan ekonomi. Oleh karena itu mereka jarang masuk ke kantor karena memiliki cabang pekerjaan lain. Namun setelah mereka di berikan motivasi berupa undian hadiah, mereka rajin bekerja dan masuk kantor setiap hari karena merasa kebutuhanya akan terpenuhi jika ia mendapatkan undian hadiah tersebut.
  1. . Teori Dua Faktor Herzberg
Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Jika dilihat dari teori Herzberg dalam contoh kasus tersebut maka dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor ekstrinsik dan intrinsik dalam diri individu. Faktor ekstrinsik nya yaitu mereka memiliki cabang pekerjaan yang berdampak kehadiran yang tidak meneyeluruh di karenakan mengejar kebutuhan ekonominya. Namun ketika di adakan undian berhadian munculah faktor intrinsik mereka untuk memotivasi dirinya agar terus masuk bekerja dan berusaha mendapatkan hadiah undian tersebut.

Oleh : Reni Sunjastri Lestari
kelas : 3 PA 02